Pada tahun keempat
kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yodoyono masih banyak adanya pengangguran
disana-sini. Banyak survei yang menyebutkan bahwa angka pengangguran terbesar
justru berada di kota-kota besar. Sebaliknya angka pengangguran terkecil justru
berada pada kota-kota kecil atau biasa disebut berada di daerah. Tersedianya
lapangan pekerjaan adalah satu-satunya cara untuk mengurangi angka pengangguran
baik di kota besar maupun di kota kecil. Disamping tersedianya lapangan
pekerjaan, permodalan yang berpihak kepada rakyat kecil khususnya unit Usaha
Kecil dan Menengah atau biasa disebut UKM juga akan sedikit banyak mengurai
permasalahan pengangguran.
Terlepas tersedianya
lapangan pekerjaan bagi orang yang mencari kerja, pada hakikatnya setiap
manusia mempunyai pekerjaan terberat dalam kehidupannya. Berat baik bagi yang
sudah punya pekerjaan ataupun bagi yang pengangguran. Hakikatnya orang yang
masih dikasih nafas di dunia ini mempunyai sesuatu yang dinamakan kebutuhan
hidup. Semakin banyak fasilitas yang tersedia maka semakin besar pula kebutuhan
hidup yang harus dipenuhinya. Sebaliknya semakin kecil fasilitas yang tersedia untuk
kebutuhan hidup seseorang maka semakin besar pula usaha yang dikeluarkan untuk
memenuhi fasilitas yang masih kecil tersebut. Justru inilah pekerjaan terberat
bagi manusia ketika pola kehidupannya sebagaimana orang Jawa mengatakan kurang
nriman.
Setidaknya kurang
nrimannya manusia banyak dipengaruhi oleh keinginan, keinginan banyak dipengaruhi
oleh
olah pikir manusia sekarang yang mempunyai paham konsumerisme
bahkan banyak yang telah berbudaya hedonisme. Yang paling parah lagi
jika kemudian keinginan yang menjadi hasil dari olah pikir konsumerisme
dan hedonisme ditumpangi oleh nafsu yang selalu siap siaga menerkam si
pemilik nafsu jika sewaktu-waktu mereka lengah dan mau coba-coba memenuhi
keinginan nafsu. Jika demikian keadaannya nafsu tak akan mundur selangkahpun
untuk melepaskan orang yang sudah mau menurutinya. Semakin dia mencoba melepaskan
diri dari nafsu maka semakin kuat pula sang nafsu jahat memeganginya. Hanya
keinginan yang kuat dibantu taufiq, inayah dan hidayahnya
Alloh Swt.-lah yang bisa melepaskan si empunya dari nafsu yang telah erat
membelenggunya.
Memang pada
kenyataannya dan pada asal muasalnya, disamping sisi gelap dari nafsu terdapat
juga sisi terang dari nafsu. Demikian juga masih banyak orang yang menggunakan
sisi terang dari nafsunya. Akan tetapi jika masih nafsu yang digunakan,
sebaik-baiknya nafsu mengajak ke arah kebaikan pada akhirnya akan menyesatkan
juga. Sebagai contohnya, orang yang melakukan kebaikan apapun bentuknya atas
dasar nafsu akan kemudian silau dengan perbuatan baiknya itu sendiri. Dia
menjadi silau atas amal baiknya sendiri dan jatuhnya amal yang seharusnya menjadikannya
lebih baik karena didasari oleh nafsunya justru membuat dia berbuat jelek
dengan menyombongkan amalnya dan menghina orang yang belum melakukan kebaikan.
Inilah yang telah digariskan oleh Imam Ibnu ‘Athoillah, bahwa amal baik pada
hakikatnya belum dikatakan baik jika kemudian si empunya amal baik
menyombongkan amalnya dan menghina orang yang belum mampu berbuat baik.
Sebaliknya, Imam
Ibnu ‘Athoillah juga menggariskan bahwa orang yang masih berbuat jelek pada
hakikatnya berbuat baik ketika dia merasa hina dihadapan Alloh Swt. dan
menghargai orang yang berbuat baik sehingga dia berusaha dengan darahnya untuk
menjadi orang baik di hadapan Alloh Swt. Maka tak salah orang Jawa mengatakan, “Luweh
apik bekase maling ketimbang bekase santri utowo kiai”. Yang kurang lebih
mengandung maksud bahwa orang yang selalu dan terus berbuat jelek kemudian
dengan pertolongan Alloh Swt. dia menjadi baik akan jauh lebih mulia daripada
orang yang telah lama berbuat kebajikan kemudian atas kesalahan pribadinya
sendiri menjadi jelek dimata manusia dan tentunya dimata Alloh Swt. Namun
demikian bagi kita yang telah lama berusaha menjadi baik kurang bijak rasanya
jika kita mencoba-coba untuk berbuat jelek dahulu kemudian berbuat lebih baik
untuk mengejar status baik sejati.
Pemahaman yang bijak
dari statement diatas adalah bahwa orang yang berbuat baik saja belum tentu
diterima dan dinilai baik oleh Alloh Swt. karena adanya kecerobohan apalagi
orang yang mencoba berbuat jelek. Tentunya butuh kekuatan yang luar biasa dan
hanya pertolongan Alloh Swt.-lah yang mampu merubah kejelekan yang telah
menjadi karakter kehidupan baik bagi orang yang telah lama berbuat baik apalagi
orang yang masih dikalahkan dirinya untuk selalu berbuat jelek.
Pada akhirnya, tidak
salah jika kita sebagai manusia yang tercipta lemah yang dikaruniai sisi gelap
dan sisi terang dari nafsu atau keinginan, ketika secara manusiawi memenuhi
keinginan kita yang normatif dan rasional maka sepastanyalah untuk menggunakan
sisi terang dari keinginan kita. Sehingga walaupun sisi terang tersebut masih
mengandung kelemahan jika kita tidak hati-hati memenuhinya, paling tidak hanya
keinginan yang baik sajalah yang kita kerjakan mati-matian untuk memenuhi
pekerjaan kita yang terberat. Kemudian hanya kepada Alloh Swt.-lah kita meminta
selalu diberi keinginan yang Beliau ridloi sehingga kita tidak salah dalam
melaksanakan pekerjaan terberat bagi kita. Dan sebagai puncak dari pekerjaan
terberat ini adalah hasil yang benar-benar sesuai dengan apa yang Alloh Swt.
inginkan. Amiin ya Robbal ‘Alamiin. Wallohu ‘Alamu bis Showab.

No comments:
Post a Comment